Hubungan Kebijakan Dividen dan Siklus Bisnis Perusahaan

Ketika Anda berinvestasi saham di bursa efek, apa yang Anda harapkan? Ya, dividen! Pada dasarnya, dividen adalah bagian atau porsi dari laba perusahaan yang dibagikan atau didistribusikan kepada pemegang saham. Dengan kata lain, hanya perusahaan yang mampu mencetak laba yang berpotensi membagikan dividen, tetapi belum tentu juga akan membagikannya. Inilah kemudian yang disebut sebagai bagian kebijakan dividen (dividend policy) sebuah perusahaan.

Baca juga: Perbedaan dividen final dan interim

Pertanyaan selanjutnya, mengapa perusahaan tidak membagikan dividen dan apa hubungan kebijakan dividen dengan siklus bisnis perusahaan? Perusahaan yang tidak mencetak laba pada suatu periode, sudah bisa dipastikan tidak akan membagikan dividen. Namun, bagaimana dengan perusahaan yang berhasil mencetak laba tetapi justru tidak membagikan dividen?

Pada dasarnya, ada sejumlah alasan mengapa perusahaan tidak membagikan dividen meskipun menghasilkan laba. Salah satunya adalah menggunakan laba untuk kepentingan ekspansi bisnis. Dalam konteks ini, perusahaan mungkin menggunakan teori dari pecking order.

Teori pecking order menjelaskan bahwa di dalam struktur modal (capital structure) perusahaan, sumber modal utama yang harus diprioritaskan adalah dari hasil keuntungan atau laba bersih setelah pajak. Istilah ini juga disebut sebagai laba ditahan (retained earnings).

Laba ditahan akan digunakan oleh perusahaan untuk membiayai proyek untuk meningkatkan keuntungan lebih besar di masa depan. Pecking order theory juga menjelaskan bahwa ketika laba ditahan tidak cukup untuk mendanai proyek investasi, maka perusahaan bisa memperoleh modal dari utang (debt financing) dan/atau modal sendiri (ekuitas) alias equity financing.

Lalu, apa hubungan kebijakan dividen (seperti laba ditahan) dengan siklus bisnis perusahaan? Perlu diketahui, siklus bisnis perusahaan terdiri dari 4 fase atau tahap, yaitu sebagai berikut:

  1. Tahap permulaan (beginning atau introduction)
  2. Tahap pertumbuhan (growth)
  3. Tahap dewasa atau matang (maturity)
  4. Tahap penolakan (decline)

Pada fase awal atau introduction, perusahaan biasanya belum mampu mencetak laba, sehingga tidak akan membagikan dividen. Pada tahap pertumbuhan (growth), perusahaan biasanya akan menahan laba untuk melakukan ekspansi lebih lanjut hingga mencapai titik dewasa. Pada fase inilah yang menjadi alasan mengapa perusahaan yang mencetak laba justru tidak membagikan dividen.

Sementara itu, pada tahap dewasa atau maturity, perusahaan tidak lagi menahan laba dan akan membagikan dividen kepada pemegang saham. Fase ini menjadi titik puncak sebuah bisnis yang mana perusahaan memiliki kelebihan cash flow. Kemudian, fase penolakan (decline) adalah kondisi yang terjadi setelah perusahaan melalui tahap dewasa. Ini biasanya terjadi pada perusahaan yang tidak mampu bertransformasi atau mempertahankan posisi bisnis dengan baik, sehingga terjadi penolakan di pasar.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa hubungan kebijakan dividen dan siklus bisnis adalah bahwa perusahaan yang berada dalam tingkat pertumbuhan (growth) cenderung tidak akan membagikan dividen dan lebih menahan laba (retained earnings) untuk kepentingan ekspansi bisnis.

Sementara itu, perusahaan yang cenderung konsisten membagikan dividen adalah saat perusahaan berada pada siklus bisnis maturity di mana tersedia arus kas (cash flow) yang berlimpah. Jadi, bagi investor saham yang ingin mendapatkan pendapatan tetap berupa dividen, pastikan untuk investasi saham pada perusahaan yang berada pada fase maturity.

Berikut tiga contoh perusahaan di BEI yang masuk kategori dewasa (maturity) adalah sebagai berikut:

  1. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
  2. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
  3. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)

Nah, dari penjelasan ini, Anda diharapkan memahami bagaimana hubungan kebijakan dividen dengan siklus bisnis perusahaan. Meskipun ada beberapa alasan lain mengapa perusahaan tidak membagikan dividen, namun alasan paling utama adalah karena perusahaan masih dalam tahap pertumbuhan (growth) sehingga membutuhkan sumber dana dari laba bersih untuk proyek investasi (ekspansi). Apalagi, risiko menggunakan sumber dana dari laba untuk ekspansi jauh lebih kecil daripada sumber dana dari utang.

Leave a Comment

Scroll to Top