Status Anxiety adalah istilah yang menggambarkan kecemasan yang muncul karena rasa takut tidak mencapai status sosial yang diharapkan atau tidak diakui sebagai orang sukses oleh masyarakat.
Fenomena ini pertama kali dipopulerkan oleh Alain de Botton dalam bukunya Status Anxiety (2004), di mana ia menjelaskan bagaimana tekanan sosial modern menciptakan keresahan psikologis yang dalam terkait pencapaian, pengakuan, dan posisi kita dalam hierarki sosial.
Dalam masyarakat kompetitif saat ini, banyak orang mengaitkan harga diri dan nilai dirinya dengan status eksternal: seperti jabatan, gaji, merek mobil, jumlah followers, atau tempat tinggal. Ketika kita merasa “kalah” atau tidak selevel dengan orang lain, maka muncullah status anxiety.
Gejala Status Anxiety dalam Kehidupan Sehari-hari
Status anxiety tidak selalu tampak secara langsung, namun bisa dikenali melalui tanda-tanda seperti:
- Merasa tidak cukup sukses meskipun hidup sudah layak
- Mudah iri dan membandingkan diri dengan orang lain, terutama di media sosial
- Cemas menghadiri acara sosial, takut dianggap “biasa saja”
- Merasa minder karena status pekerjaan atau penghasilan
- Mengejar simbol-simbol status (mobil, rumah, barang branded) demi validasi sosial
Fenomena ini tidak hanya dialami orang miskin atau kelas menengah, tetapi juga menyasar orang kaya dan sukses yang merasa harus mempertahankan status mereka agar tidak “turun kasta” dalam persepsi publik.
Penyebab Munculnya Status Anxiety
1. Budaya Meritokrasi yang Semu
Masyarakat modern cenderung meyakini bahwa setiap orang bisa sukses jika bekerja keras. Namun, kepercayaan ini punya efek samping: jika seseorang gagal, maka itu dianggap kesalahannya sendiri. Akibatnya, kegagalan bukan hanya tentang kondisi ekonomi, tetapi juga dianggap sebagai cacat moral atau personal, yang memicu rasa malu dan kecemasan.
2. Media Sosial dan Budaya Pamer
Platform seperti Instagram dan LinkedIn menciptakan ilusi bahwa hidup orang lain selalu lebih baik. Kita melihat teman-teman memamerkan prestasi, kekayaan, atau gaya hidup mewah, lalu merasa “ketinggalan”. Padahal yang muncul di permukaan hanyalah highlight, bukan kenyataan utuh.
3. Definisi Sukses yang Sempit
Di banyak masyarakat, sukses hanya didefinisikan lewat uang, jabatan, dan ketenaran. Konsep-konsep lain seperti kebahagiaan, integritas, atau kehidupan spiritual sering diabaikan. Ini membuat orang yang tidak punya pencapaian material merasa rendah diri.
4. Tekanan dari Keluarga dan Lingkungan
Orang tua, pasangan, atau lingkungan sosial kadang secara langsung atau tidak langsung menuntut kita untuk mencapai standar tertentu, seperti “harus jadi PNS”, “harus punya mobil sebelum usia 30”, atau “kalau kerja freelance itu bukan karier”.
Dampak Buruk Status Anxiety
Status anxiety bisa berdampak luas pada kesehatan mental, relasi sosial, dan gaya hidup seseorang:
- Stres kronis karena terus merasa harus “mengejar sesuatu”
- Depresi akibat perasaan gagal atau minder
- Kehilangan jati diri, karena hidup hanya mengikuti ekspektasi sosial
- Konsumerisme berlebihan, membeli barang demi gengsi, bukan kebutuhan
- Pencitraan yang melelahkan, menampilkan kesuksesan palsu agar terlihat setara
Lebih buruk lagi, status anxiety bisa membuat seseorang mengabaikan potensi dan nilai sejatinya, karena sibuk menyesuaikan diri dengan standar eksternal yang tak realistis.
Status Anxiety vs Ambisi Sehat
Penting untuk membedakan antara ambisi sehat dan status anxiety.
- Ambisi sehat adalah motivasi internal untuk berkembang dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
- Sedangkan status anxiety adalah tekanan eksternal untuk terlihat sukses di mata orang lain.
Ambisi sehat menghasilkan pertumbuhan; status anxiety sering kali menghasilkan kecemasan dan rasa hampa.
Cara Mengatasi Status Anxiety
1. Redefinisi Arti Sukses
Tanyakan pada diri sendiri: Apa makna sukses bagiku secara pribadi? Alih-alih memakai definisi masyarakat, bangun definisi yang otentik dan bermakna bagi hidupmu. Misalnya: hidup damai, membangun keluarga yang hangat, memberi dampak positif, atau menjadi pribadi yang jujur.
2. Kurangi Perbandingan Sosial
Hindari membandingkan hidup Anda dengan orang lain, terutama dari media sosial. Ingat, setiap orang punya konteks, jalan hidup, dan keberuntungan yang berbeda. Bandingkan diri hanya dengan versi Anda sebelumnya.
3. Latih Rasa Syukur dan Kesadaran Diri
Syukuri pencapaian yang telah dimiliki dan perjalanan yang sudah dilalui. Rasa syukur menenangkan hati dan mengurangi rasa kurang. Latih juga kesadaran diri (mindfulness) agar tidak hidup dalam bayang-bayang ekspektasi sosial.
4. Bangun Relasi yang Otentik
Carilah pertemanan yang tulus, bukan yang berbasis status. Lingkungan yang suportif akan membantu Anda menerima diri dan tetap rendah hati meski belum “sukses” dalam pandangan umum.
5. Fokus pada Proses, Bukan Citra
Daripada mengejar pengakuan sosial, fokuslah pada proses bertumbuh. Apakah Anda belajar sesuatu? Apakah Anda berguna bagi orang lain? Ini lebih berarti daripada sekadar pengakuan sesaat.
6. Jaga Keseimbangan Hidup
Jangan hanya fokus pada karier atau status sosial. Bangun juga aspek lain seperti kesehatan, spiritualitas, hubungan keluarga, dan waktu luang. Semua ini memberi kepenuhan hidup yang tak bisa diukur oleh status.
Relevansi Status Anxiety di Indonesia
Fenomena status anxiety sangat relevan di masyarakat Indonesia yang masih sangat menjunjung simbol-simbol status sosial seperti gelar akademik, jabatan pemerintah, rumah, dan kendaraan mewah.
Banyak generasi muda terjebak dalam tekanan harus “berhasil sebelum usia 30”, padahal realitas hidup tidak sesederhana itu. Apalagi di tengah ketimpangan ekonomi, akses pendidikan tidak merata, dan lapangan kerja terbatas.
Oleh karena itu, penting untuk mulai membangun narasi baru bahwa harga diri seseorang tidak ditentukan oleh status, melainkan oleh nilai, kontribusi, dan integritasnya.
Kesimpulan
Status Anxiety adalah keresahan psikologis yang muncul karena tekanan sosial untuk terlihat sukses atau mencapai status tertentu. Dalam dunia yang semakin kompetitif dan visual seperti saat ini, tekanan ini makin kuat dan bisa merusak kesehatan mental serta kualitas hidup.
Namun, kabar baiknya: status anxiety bisa diatasi. Dengan menyadari nilai sejati diri, membangun definisi sukses yang lebih otentik, serta mengurangi ketergantungan pada validasi sosial, kita bisa hidup lebih damai, sehat, dan bermakna—meski mungkin tidak dianggap “berhasil” oleh standar orang lain.